11 September 2023

Uji Marshall Aspal

Alat Uji Marshall Aspal

Pengertian Pengujian Marshall
Pengujian Marshall Aspal adalah salah satu metode yang dapat Anda gunakan untuk menentukan kekuatan aspal. Pengujian Marshall memiliki tujuan untuk mengetahui karakteristik fisik dan mekanik dari campuran aspal.

Metode Marshall
Metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall dan telah terstandarisasi oleh ASTM dan AASHTO melalui beberapa modifikasi, termasuk ASTM D 1559-76 dan AASHTO T-245-90. Metode ini berguna untuk menguji stabilitas dan kelelehan (flow) dari campuran aspal, serta menganalisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk.
Alat dalam Metode Pengujian Marshall adalah alat tekan yang lengkap dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter.
Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76. Prosedur pengujian meliputi persiapan bahan, pemadatan, pengujian stabilitas, dan pengukuran kelelehan. 
Setelah pengujian Marshall selesai Anda lakukan, data yang Anda peroleh kemudian berguna untuk membuat grafik yang menunjukkan hubungan antara kadar aspal dan beberapa parameter kunci dari campuran aspal, yaitu presentase rongga terisi aspal (VFA), presentase rongga dalam campuran (VIM), kelelehan (flow), stabilitas, dan perbandingan antara stabilitas dan kelelehan (MQ). 
Perlu diingat bahwa parameter-parameter ini sangat penting untuk menentukan kualitas campuran aspal. Oleh karena itu, perlu analisis untuk memastikan campuran tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan.


Pentingnya Metode Pengujian Marshall Aspal

Metode Pengujian Marshall Aspal sangat penting dalam industri jalan raya karena dapat menentukan sifat dan karakteristik aspal dengan akurat. 

Penggunaan metode ini dapat memastikan bahwa campuran aspal yang berguna pada proyek konstruksi memiliki kualitas yang baik dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. 

Metode pengujian ini juga dapat membantu dalam menentukan komposisi campuran aspal yang tepat. Dengan mengetahui karakteristik fisik dan mekanik dari campuran aspal, maka dapat ditentukan komposisi yang tepat untuk mencapai kualitas yang Anda inginkan.

Selain itu, Metode Pengujian Marshall Aspal juga dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi aspal. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik aspal, maka dapat Anda lakukan penyesuaian pada proses produksi untuk mencapai kualitas yang lebih baik.


Alat Untuk Pengujian Marshall Aspal
Salah satu alat yang bisa Anda gunakan adalah Marshall Test Set. Alat uji Marshall Aspal Set ini terdiri dari beberapa komponen, salah satunya adalah Water Bath yang berfungsi untuk merendam sampel aspal dalam air pada suhu tertentu selama beberapa waktu sebelum diuji. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang spesifikasi dan fitur Water Bath untuk Marshall Test:

Spesifikasi Marshall Test:

  • Body terbuat dari Stainless Steel, yang menawarkan ketahanan terhadap korosi dan memudahkan pembersihan alat.
  • Dilengkapi dengan Water Heater, yang memungkinkan pengguna untuk mengatur suhu air sesuai dengan kebutuhan pengujian.
  • Dapat dioperasikan pada tegangan 220 V-AC.
  • Dilengkapi dengan Thermostat dengan rentang suhu antara 30 hingga 85 derajat Celsius, sehingga pengguna dapat mengontrol suhu air dengan mudah sesuai dengan spesifikasi pengujian.
  • Temperature Range From Room to Temperature 70 C ( Working Temperature 60 c ), artinya alat dapat bekerja pada suhu maksimal 70 derajat Celsius, dengan suhu kerja optimal sekitar 60 derajat Celsius.
  • Kapasitas 12 Lt, yang memungkinkan pengguna untuk merendam beberapa sampel aspal sekaligus.
  • Dimensi internal bath sebesar 35 x 27 x 12 cm, yang memungkinkan pengguna untuk merendam sampel aspal dengan ukuran yang bervariasi.
  • Water Bath For Marshall Test, artinya alat ini dirancang khusus untuk digunakan dalam proses pengujian Marshall Test pada sampel aspal.
  • Merupakan alat yang mudah digunakan dan dikontrol, sehingga pengguna dapat dengan mudah melakukan pengujian dengan hasil yang akurat.
  • Dapat digunakan untuk menguji sifat fisik aspal pada berbagai kondisi suhu dan kelembaban yang berbeda.
  • Dilengkapi dengan alat pengukur suhu, yang memungkinkan pengguna untuk memantau suhu air secara terus-menerus selama pengujian berlangsung.

Fitur Marshall Test:

  • Water Bath For Marshall Test, artinya alat ini dirancang khusus untuk digunakan dalam proses pengujian Marshall Test pada sampel aspal.
  • Merupakan alat yang mudah digunakan dan dikontrol, sehingga pengguna dapat dengan mudah melakukan pengujian dengan hasil yang akurat.
  • Dapat digunakan untuk menguji sifat fisik aspal pada berbagai kondisi suhu dan kelembaban yang berbeda.
  • Dilengkapi dengan alat pengukur suhu, yang memungkinkan pengguna untuk memantau suhu air secara terus-menerus selama pengujian berlangsung.

19 Agustus 2023

Metode Pelaksanaan Konstruksi Terowongan

Terowongan merupakan konstruksi bawah tanah yang menghubung satu tempat ke tempat lain. Biasanya pembangunan konstruksi terowongan dilakukan karena pelaksanaan lebih cepat dan biaya lebih efisien dibanding dengan metode lainya. Konstruki terowongan biasa digunakan pada jalan tol, jalur kereta api, saluran irigasi, saluran pengelak pada bendungan, dan sebagainya. 

Adapun metode pelaksanaan pekerjaan terowongan memang sering diterapkan di Indonesia khususnya pada pekerjaan pengelak Bendungan karena kontur tanah yang sangat curam dan tinggi. Saat ini teknologi- teknologi untuk pembuatan konstruksi terowongan sudah banyak diterapkan di Indonesia. Salah satu contohnya adalah saat proses pembangunan jalur MRT di Jakarta. Pada saat pembuatan terowongan, alat yang digunakan adalah TBM (Tunnel Boring Machine).

Berikut ini beberapa metode pelaksanaan pekerjaan terowongan yang ada di Indonesia :
1. Tunnel Boring Machine (TBM) 
TBM adalah mesin bor terowongan yang digunakan untuk menggali terowongan dengan alat besar berbentuk penampang bundar. Pada mesin TBM terdapat penampang yang akan berputar dan menggerus tanah sehingga menghasilkan sebuah terowongan. Contoh penggunaan TBM di Indonesia terdapat pada proyek MRT Jakarta. Beberapa kelebihan menggunakan alat TBM ini adalah proses pengeboran relatif lebih cepat dan rapi untuk dinding- dinding terowongannya. Selain itu penggunaan alat ini juga sangat cocok di daerah perkotaan. Sedangkan kekurangannya adalah biasanya hanya digunakan pada proyek- proyek besar karena biaya di muka sangat besar. Selain itu juga persiapannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Metode terowongan ini sangat cocok untuk proyek yang mempunyai penampang terowongan besar dan panjang karena lebih efisien dan penyelesaian lebih cepat.
Tunnel Boring Machine (TBM) 

2. New Austrian Tunneling Method (NATM)
Metode terowongan NATM paling banyak digunakan di Indonesia. Untuk penampang terowongan yang tidak terlalu besar sangat dianjurkan menggunakan metode ini seperti proyek saluran irigasi, pengelak pada bendungan dan sebagainya. Metode terowongan NATM menggunakan sistem penggalian secara bertahap. Setiap tahap penggalian diberi perkuatan berupa Beton Shotcrete dan diberi rangka baja setiap jarak tertentu sebagai penyangga. Proses penggalian ini dimulai dari blasting atau peledakan apabila tanahnya adalah batu. Setelah itu dilakukan pengambilan material menggunakan excavator dan diangkut dengan truck.

Blasting

3. Pipe Jacking System (Micro Tunneling)
Metode pekerjaan terowongan dengan menggunakan sistem Jacking biasanya digunakan pada tipe terowongan yang tidak terlalu besar. Metode ini digunakan pada lokasi- lokasi di bawah jalan raya, jalur kereta api yang aktivitasnya tidak bisa diganggu. Sistem kerja metode Pipe Jacking adalah mendorong beton pracetak ke dalam tanah. Alat ini juga mempunyai cairan untuk menyeimbangkan tekanan tanah saat proses berlangsung. Salah satu keuntungan menggunakan metode ini adalah jalan di atasnya tidak terganggu dan beraktivitas seperti biasa. 
Pipe Jacking System (Micro Tunneling)

4. Cut and Cover System
Metode pekerjaan terowongan ini disebut juga open cut karena harus digali dari permukaan tanah terlebih dahulu hingga mencapai level dasar. Pengerjaannya seperti membuat saluran terbuka. Setelah dilakukan pemasangan beton precast maupun cast in situ, kemudian ditimbun lagi menggunakan tanah. Penggunaan metode ini dilakukan apabila lokasi terowongan berada dekat dengan permukaan tanah. Tentu ada pertimbangan- pertimbangan khusus mengenai biaya dan teknis. 

5. Immersed Tunnel System
Metode pekerjaan terowongan ini dilakukan apabila lokasinya ada didasar laut. Prinsip pekerjaannya adalah beton precast berupa box culvert ditutup dengan dop kemudian dibawa ke laut dengan cara diapungkan. Dasar laut sudah digali dan disiapkan untuk lokasi beton precast terlebih dahulu. Setelah itu ditenggelamkan ke dasar laut. 

Immersed Tunnel System

28 Juni 2023

BORING TEST

Boring Test

DEFINISI BORING TEST

Boring Test merupakan suatu pengujian untuk mengetahui kondisi tanah dari setiap layernya, mulai dari permukaan sampai ke bagian tanah keras. Uji bor merupakan pengujian lapangan yang paling akurat dan baik untuk segala jenis tanah. Standart yang ditetapkan pada pengujian ini yaitu SPT (Standart Penetration Test) dengan nilai setiap interval 2,0m.

Standart ini mengarah pada ASTM D 1586-84 dengan berat hammer yang digunakan adalah 63,5 kg dengan jarak ketinggian jatuh bebas hammer yaitu 76 cm. Biasanya, model alat boring yang digunakan memiliki hammer otomatis. 

Contoh tanah dari tabung SPT dimasukan ke dalam plastic dan kemudian diberi nama atau label sesuai dengan jumlah pukulan hammer, nomor bor dan tingkat kedalamannya. Contoh tanah yang diperoleh dari SPT bisa digunakan untuk visual description maupun test laboratorium.

TAHAPAN PROSES PENGUJIAN BORING TEST

Dalam melakukan boring test ada beberapa prosedur pelaksanaan, sebagai berikut:

1.1 Pengeboran

Pengeboran dilaksanakan dengan menggunakan mesin bor Hydraulic dengan sistem pengeboran Rotary Drilling. Dalam pelaksanaan deep boring, dilaksanakan juga pekerjaan Standart Penetration Test (SPT). Pada proses pengeboran dilaksanakan pula pengambilan sample tanah asli (undisturbed sample) maupun sample tanah terganggu (disturbed sample).

Tujuan pengambilan sample tanah untuk pemerikasaan dan pengujian lebih lanjut di laboratorium, untuk mendapatkan sifat teknis dan karakteristik tanah.

1.2 Standart Penetration Test

Standart Penetration Test dilaksanakan didalam lubang bor setiap interval 2,0m. Sampler dipukul hingga masuk (menembus) tanah sedalam 45 cm, dimana pukulan sepanjang 15 cm pertama tidak diperhitungkan.

Nilai SPT merupakan jumlah pukulan untuk penetrasi 30 cm berikutnya dan hasilnya akan keluar dalam bentuk diagram bor (bor log).

1.3 Pengukuran Muka Air Tanah

Pengukuran muka air tanah dilakukan pada masing-masing lubang bor setelah pengeboran 24 jam selesai. 

PENGUJIAN LABORATORIUM

Adapun sample tanah yang didapat dari proses boring, diuji lebih lanjut didalam laboratorium dengan index:

  • Berat Unit (Unit Weight) (ASTM D 2937-83): Besarnya perbandingan berat tanah terhadap volume tanah.
  • Kadar Air (Water Content) (ASTM D 2216-98): Perbandingan berat kandungan air terhadap berat tanah kering dinyatakan dalam persen.
  • Berat Jenis Tanah (Spesific Gravity) (ASTM D 854-98): Perbandingan nilai berat jenis butiran.
  • Berat Tanah (Wet/Dry Density): Perbandingan nilai berat isi tanah (basah/kering) per satuan volume, dalam gr/cm3.
  • Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation): Persentase berat air yang mengisi rongga atau pori-pori dalam persen.
  • Atterberg Limits (ASTM D 4318-98): Batas cair (liquid limit), batas plastic (plastic limit) dan indeks plastic (plasticity index). Dari pengetesan ini juga dapat diketahui clasifikasi tanah berdasarkan ketentuan USCS (Unified Soil Classification System).
  • Unconfined Compression (ASTM D 2166): Nilai daya dukung tanah dalam keadaan tanpa tekanan samping (uncofined) yang dinyatakan dalam satuan kg/cm2.
  • Triaxial UU Test (ASTM D 2850): Bertujuan untuk mendapatkan nilai kohesi c (kg/cm2). Dan sudut gelincir dalam atau internal friction angel tanpa tekanan pori-pori dan dengan tekanan pori-pori dinyatakan dalam derajat.
  • Consolidation (ASTM D 2435): Pengujian untuk mendapatkan parameter koefisien konsolidasi dan indeks konsolidasi untuk menghitung penurunan pondasi bangunan.
  • Jenis pondasi yang dipilih harus disesuaikan dengan jenis tanah. Selain itu, harus diperhatikan efek getaran dari pemasangan pondasi terhadap lingkungan sekitar. Untuk wilayah perumahan atau pemukiman penduduk maka pondasi bor pile dinilai sangat bagus karena pada saat proses pemasangan tidak menimbulkan getaran, sehingga warga sekita tidak merasa terganggu.

    28 Mei 2023

    Konstruksi Bendungan

    Konstruksi Bendungan
    5 Perbedaan Bendung dan Bendungan, Apa Saja Itu? | Klopmart
    Bendungan

    Bendungan atau waduk adalah bangunan yang dibangun untuk menjaga aliran air di waduk, danau, atau tempat rekreasi. Konstruksi bendungan juga digunakan untuk mengalirkan air ke pembangkit listrik tenaga air dan  Kebanyakan dari konstruksi bendungan juga memiliki area yang disebut pintu air untuk membuang kelebihan air secara bertahap atau terus menerus.

    A. JENIS KONSTRUKSI BENDUNGAN

    Bendungan dapat diklasifikasikan menurut struktur, tujuan, atau ketinggian. Menurut struktur dan bahan yang digunakan, bendungan dibedakan menjadi berbagai jenis bendungan. Tujuannya termasuk menyediakan air untuk irigasi atau suplai air perkotaan, meningkatkan navigasi, menghasilkan listrik, menciptakan area rekreasi atau habitat untuk ikan dan hewan lain, mencegah banjir, dan membatasi pembuangan dari lokasi industri seperti tambang atau pabrik. Ada sangat sedikit checker yang dibangun untuk semua tujuan di atas.

    Menurut ketinggian, bendungan lebih tinggi dari 15 meter dan bendungan utama lebih dari 150 meter. Sedangkan bendungan rendah kurang dari 30 m, bendungan tengah antara 30-100 m, dan bendungan tinggi lebih besar dari 100 m. Terkadang bendungan pelana sebenarnya adalah tanggul, dinding yang dibangun di sepanjang sisi danau untuk melindungi tanah di sekitarnya dari banjir. Ini mirip dengan tanggul dan merupakan dinding yang dibuat di sepanjang sisi sungai atau air terjun untuk melindungi tanah di sekitarnya dari banjir.

    1. Bendungan Water Stop

    Bendungan water stop adalah bendungan kecil yang dirancang untuk mengurangi dan mengendalikan aliran erosi tanah.

    2. Bendungan Kering

    Bendungan kering adalah bendungan yang dirancang untuk mengendalikan banjir. Biasanya kering dan akan mempertahankan kelembapan, dan jika tidak diperiksa, akan membanjiri area di bawahnya.

    3. Setengah Bendungan

    Bendungan semi-pengalihan adalah bendungan yang tidak menutup sungai. Sebagian arus disimpan di danau yang berbeda di depan bendungan.

    4. Bendungan Kayu

    Orang terkadang menggunakan bendungan kayu karena lokasi dan ketinggiannya dibatasi. Jika bendungan dibangun, kayu adalah bahan termurah, dan semen mahal serta sulit diangkut. Bendungan kayu dulunya banyak digunakan, tetapi sebagian besar sudah diganti dengan beton, terutama di negara-negara industri. Beberapa bendungan masih digunakan. Kayu juga merupakan bahan dasar yang digunakan oleh berang-berang, dan tanah serta batu biasanya ditambahkan untuk membentuk bendungan berang-berang.

     

    B. BAGIAN KONSTRUKSI BENDUNGAN

    1. Badan Bendungan

    Badan bendungan yang berfungsi sebagai penghalang air. Bendungan biasanya digunakan untuk tujuan menahan air, sedangkan bangunan lain (seperti pintu air atau tanggul) digunakan untuk mengelola atau mencegah air mengalir ke area tertentu di tanah. Energi air menyediakan listrik, yang disimpan dalam pompa, yang dapat digunakan untuk menyediakan listrik bagi jutaan konsumen.

    2. Pondasi

    Pondasi adalah bagian dari bendungan dan digunakan untuk menjaga agar bendungan tetap kuat.

    3. Pintu Air (Gerbang)

    Digunakan untuk mengatur, membuka dan menutup aliran air di saluran. Bagian penting dari pintu air adalah:

    a. Daun pintu (door leaf). 

    Ini adalah bagian dari pintu air yang menjaga tekanan air dan dapat dipindahkan untuk membuka, menyesuaikan, dan menutup aliran air.

    b. Bingkai panduan.  

    Ini adalah alur yang terbuat dari baja atau besi yang telah dimasukkan ke dalam beton agar pintu tetap bergerak sesuai rencana.

    c. Armature (penahan).  

    Baja atau besi ditanam pada beton untuk memperbaiki rangka yang mengontrol arah pergerakan guna memindahkan beban dari pintu gerbang ke struktur beton.

    d. Hoist. 

    Merupakan alat yang digunakan untuk menggerakkan pintu air agar dapat membuka dan menutup dengan mudah.

    4. Spill Way

    Merupakan bangunan dan fasilitasnya, digunakan untuk mengalirkan air banjir ke waduk, agar tidak membahayakan keamanan bendungan. Bagian penting dari bangunan overflow.

    a. Saluran panduan dan struktur kendali.

    Digunakan untuk memandu dan mengatur aliran air sehingga alirannya kecil tetapi aliran airnya besar.

    b. Saluran transportasi drainase (chute, chute, drainage carrier, spillway).

    Semakin tinggi bendungan, semakin besar perbedaan antara ketinggian air tertinggi di waduk dan ketinggian sungai di bagian hilir bendungan. Jika kemiringan saluran drainase berkurang, ukurannya akan sangat panjang dan mengakibatkan bangunan mahal. Oleh karena itu, sesuai dengan topografi setempat, lereng harus diperbesar.

    c. Bangunan peredam energi (energy dissipater).

    Digunakan untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi energi air agar tidak merusak tebing, jembatan, jalan, gedung, dan fasilitas lainnya di bagian hilir bangunan luapan.

    5. Kanal 

    Saat ada banyak curah hujan, itu digunakan untuk menampung luapan air.

    6. Reservoir

    Digunakan untuk menampung / menerima luapan dari bendungan.

    7. Stilling Basin

    Ini memiliki fungsi yang sama dengan perangkat pemakan energi.

    8. Katup

    Ini memiliki fungsi yang sama dengan pintu air biasa dan hanya dapat menahan tekanan yang lebih tinggi (pipa air, pipa cepat dan terowongan tekanan). Merupakan alat untuk membuka, mengatur dan menutup aliran air dengan cara memutar, menggerakkan air secara horizontal atau vertikal pada saluran air.

    9. Galeri Drainase

    Digunakan untuk menghasilkan listrik di bendungan.

     

    C. TIPE BENDUNGAN

    Bendungan juga dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu:

    1. Menurut Ukurannya 

    a. Bendungan besar (large dam)

    Menurut definisi ICOLD, bendungan didefinisikan sebagai sebuah konstruksi yang tingginya dari dasar pondasi hingga puncak melebihi 15m. Bendungan dengan ketinggian antara 10m dan 15m juga dapat disebut bendungan besar selama memenuhi satu atau lebih kondisi berikut: Panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500m, Volume waduk yang terbentuk tidak kurang dari satu juta meter kubik, Arus banjir maksimum yang dihitung tidak kurang dari 2000 meter kubik per detik, Fondasi bendungan menghadapi kesulitan khusus (terutama masalah pondasi yang sulit), dan Desain bendungan berbeda dengan masa lalu (desain tidak normal).

    b. Bendungan kecil

    Semua bendungan yang tidak memenuhi standar bendungan besar disebut bendungan kecil.

    2. Menurut Tujuan Penggunaannya 

    a. Bendungan penyimpanan air

    Bendungan adalah bendungan yang dibangun untuk membentuk waduk yang dapat menampung air saat air terlalu banyak sehingga dapat digunakan saat dibutuhkan.

    b. Bendungan untuk penyimpanan / pengalihan air (bendungan pengalihan)

    Merupakan bendungan yang dibangun dengan ketinggian air yang tinggi, sehingga bisa dialirkan ke anak sungai atau anak sungai.

    c. Bendungan (waduk) yang memperlambat aliran air

    Ini adalah bendungan yang dibangun untuk memperlambat aliran air untuk mencegah banjir besar. Hal tersebut masih dapat dibedakan menjadi 2 yaitu, Menyimpan air untuk sementara dan mengalirkannya ke aliran air hilir dan Jaga kelembapan selama mungkin agar bisa menembus ke area sekitar.

    3. Menurut Bentuk Konstruksinya 

    Menurut ICOLD, pengertian bendungan adalah bangunan yang dibangun dengan cara menggali bahan tanpa menambahkan campuran bahan kimia lainnya, sehingga sebenarnya merupakan bahan pembentuk bendungan yang asli. Bendungan tersebut masih dapat dibedakan menjadi:

    a. Bendungan homogen

    Itu adalah bendungan dengan tingkat yang sama.

    b. Bendungan multi-lapis (bendungan regional, bendungan timbunan batu)

    Merupakan bendungan yang terdiri dari beberapa lapisan yaitu lapisan kedap air, zona batuan (zona kerang), lapisan batuan konvensional (retak) dan lapisan kering (zona filter).

    c. Bendungan penimbunan batu dengan permukaan kedap air, bendungan urugan batu

    Ini adalah bendungan batu bertingkat dengan lapisan kedap air yang terletak di hulu bendungan. Pelapis kedap air yang umum digunakan adalah aspal dan beton bertulang.

    14 Mei 2023

    Falling Weight Deflectometer (FWD) Alat Untuk Mengukur Lendutan Permukaan Jalan

    Falling Weight Deflectometer (FWD) Alat Untuk Mengukur Lendutan Permukaan Jalan

    Falling Weight Deflectometer (FWD) telah digunakan sejak lama untuk penilaian kualitas dan untuk input dalam desain perkerasan. Alat uji lapangan yang masuk dalam kategori Non-Destructive Test (NDT) ini umumnya digunakan dalam pengujian perkerasan jalan dan telah lama digunakan di berbagai negara. Alat ini diperkenalkan pertama kali di Perancis lebih dari 30 tahun yang lalu untuk mengevaluasi struktur perkerasan jalan.

    Perencana jalan menggunakan Falling Weight Deflectometer (FWD) untuk melakukan evaluasi pada daya dukung, umur manfaat, dan desain overlay yang dapat diterapkan pada desain jalan dengan menggunakan metoda Back Calculation. Disebutkan dalam Manual Perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metoda lendutan Pd T-05-2005-B yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, penilaian kekuatan struktur perkerasan didasarkan atas lendutan yang dihasilkan dari pengujian lendutan langsung dengan menggunakan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) dan lendutan balik dengan menggunakan alat Benkelman Beam (BB). Secara umum, metoda lendutan tersebut masih mengacu pada Metode AASHTO 1993 dengan sedikit modifikasi.

    Uji FWD dilakukan dengan membiarkan suatu massa jatuh dari ketinggian yang telah ditentukan pada permukaan perkerasan. Selanjutnya, permukaan defleksi atau cekungan defleksi diukur dengan menggunakan transduser kecepatan (geophone) atau sensor defleksi (deflector).

    Komponen FWD

    Trailer Alat FWD

    Pada Gambar 1, trailer alat FWD ini terdiri dari beberapa komponen pelengkap seperti unit hidrolik, beban pelat, deflektor, batang pengukur dan kotak penghubung. Untuk memastikan perangkat uji tidak bergerak ketika dalam pengujian, trailer ini dilengkapi dengan penahan roda depan dan rem tangan.

    Rangkaian Alat FWD

    Pada Gambar 2, dapat dilihat Deflektor terhubung dengan perangkat prosesor (processor) dan komputer yang disimpan dalam kendaraan penarik

    Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan sendiri telah mengembangkan alat uji FWD yang dinamai APKJ - 2010, yaitu singkatan dari alat Pengukur Kekuatan Jalan 2010. Prinsip-prinsip dasar komponen utama dan sistem kerja dari APKJ 2010, mengacu kepada standard referensi AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials) dan ASTM (American Standard Testing and Material). Hasil perhitungan modulus permukaan perkerasan beraspal yang didapat dari pengujian FWD dan APKJ Pusjatan telah dikalibrasi dan tidak berbeda secara signifikan. Alat APKJ buatan Pusjatan menjadi salah satu alternatif pengujian lendutan untuk pengganti FWD buatan luar negeri. Harga produk APKJ Pusjatan lebih murah dibandingkan dengan FWD buatan luar negeri.

    Prinsip Desain dengan Metoda Lendutan

    Falling Weight Deflectometer (FWD) adalah alat yang sederhana namun efektif untuk menentukan sifat struktural perkerasan untuk jalan dan landasan pacu. Karakteristik tingkat kekuatan (hingga 60 kN) dan waktu pemuatan/loading time (sekitar 30ms) dinilai dapat mewakili karakteristik beban lalu lintas. Lendutan perkerasan dan nilai deflection bowl ditentukan oleh geophone (transduser kecepatan) di tengah area yang dimuat dan pada jarak tertentu dari pusat. Tingkat defleksi tidak terpengaruh secara negatif oleh konfigurasi pemuatan, sistem perekaman, ataupun oleh pengaruh yang mungkin didapat dari titik referensi yang tidak stabil seperti ditemui beberapa sistem alat uji lainnya.

    Prinsip desain dengan metoda lendutan dijelaskan dalam Manual Perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan Metoda Lendutan Pd T-05-2005-B. Langkah pertama dalam evaluasi adalah melakukan analisis pemilihan jenis penanganan yang didasarkan pada tiga nilai pemicu, yaitu: Pemicu Lendutan, Pemicu IRI, dan Pemicu Kondisi. Langkah selanjutnya adalah perhitungan tebal lapis tambah (overlay) melalui pendekatan desain mekanistik dengan cara Metoda Grafis dan Prosedur Mekanistik Umum (GMP).

    Lendutan yang digunakan pada perhitungan adalah lendutan pada pusat beban. Nilai lendutan ini harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 4,08 ton). Pengujian lendutan secara detail mengacu pada Petunjuk Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Falling Weight Deflectometer (FWD).

    Untuk pengujian pada perkerasan lentur, digunakan 7 buah geophone dengan konfigurasi 0 mm, 200 mm, 300 mm, 450 mm, 600 mm, 900 mm, dan 1500 mm seperti ditunjukkan pada skematik di Gambar 4. Sedangkan, untuk pengujian pada perkerasan kaku juga bisa digunakan 7 sensor dengan konfigurasi -300 mm, 0, 300 mm, 450 mm, 600 mm, 900 mm, dan 1500 mm.

    Konfigurasi Geophone untuk Pengujian Perkerasan Lentur
    Konfigurasi Geophone untuk Pengujian Perkerasan Kaku

    Akan tetapi, hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan manual dengan metoda Bina Marga memiliki sedikit perbedaan dengan hasil perhitungan berdasarkan Metoda AAHSTO 1993. Sebuah jurnal melaporkan bahwa perbandingan kedua metode menunjukkan bahwa tebal lapis tambah (overlay) perhitungan Bina Marga 2013 lebih tipis dibandingkan dengan perhitungan dengan metoda AASHTO 1993 untuk asumsi pemodelan yang sama. Hal ini dikarenakan metode Bina Marga 2013 menggunakan cara analitis dengan bantuan software program, sehingga analisa tegangan regangan sebagai respon struktural perkerasan dapat diketahui lebih teliti dan mewakili kondisi yang sebenarnya dilapangan, dibandingkan cara analitis-empiris yang digunakan pada metode AASHTO 1993 (Aji et al. 2015).